This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Unsur -Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Drama


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Drama merupakan salah satu jenis karya sastra selain puisi dan prosa. Karya drama diciptakan pengarang berdasarkan pikiran atau imajinasi, perasaan dan pengalaman hidupnya. Pementasan drama memang lebih kepada dialog dan gerak-gerik para pemainnya di panggung. Penonton dapat menyaksikan secara langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi melalui gerak-gerik tokoh dan percakapannya
.....
Bagian dari seni drama yang termasuk ke dalam karya sastra adalah naskah ceritanya. Sebagai karya sastra, drama memiliki keunikan tersendiri. Dia diciptakan tidak untuk dibaca saja, namun juga harus memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Karya drama sebagai karya sastra dapat berupa rekaman dari perjalanan hidup pengarang yang menciptakannya. Pengarang dapat diilhami pengarang lain, disamping masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.
Saat menyaksikan sebuah drama yang dilakonkan, emosi penonton pun terlibat dalam cerita yang diperankan tersebut. Itu artinya, penulis naskah drama tersebut mampu membangun sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing tokoh sehingga cerita mengalir sebagaimana kejadian sesungguhnya. Hal itu tidak terlepas dari kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut. Untuk dapat menulis naskah drama yang baik dan menarik, diperlukan latihan dan pemahaman tentang unsur-unsur yang dapat membangun sebuah naskah drama. Untuk itu, disini kami paparkan beberapa unsur – unsur  instrinsik dan ekstrinsik sebuah drama.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang termasuk unsur instrinsik sebuah drama ?
2.      Apa saja yang termasuk unsur ekstrinsik sebuah drama ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui macam-macam unsur instrinsik sebuah drama
2.      Untuk mengetahui macam-macam unsur ekstrinsik sebuah drama

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Unsur Instrinsik Drama 
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama.
Unsur – unsur tersebut adalah sabagai berikut :
1.        Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama juga tergolong sebagai karya sastra fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :
1.     Dapat menunjukan tokoh utama
2.     Dapat menunjukan alur atau waktu
3.     Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
4.     Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
5.     Dapat mengandung beberapa pengertian[1]



2.    Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik. Tema dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya.


Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.
Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita.[2]
3.        Alur/Plot
Alur disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian). Sebuah alur dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut.  
a.       Pengenalan
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh (terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .
Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas  waktu pagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.
> 
Pengenalan latar pentas


Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia adalah Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Rini, Sekretaris Redaksi, duduk di kursi.
> 
Pengenalan para tokoh


Waktu itu hari Minggu., Anton tampak kusut.  Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar  berita dari Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek Pak Kusno, guru karate.
> 
Pengungkapan masalah

b.      Pertikaian
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang mulai terlibat ke dalam masalah pokok.  
c.       Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Anton 
:
Tapi masih ada satu bahaya.
Rini 
:
Bahaya ?
Kardi
:
Nasib Trisno, karikaturis kita itu?
Anton 
:
Bisa jadi  dia akan celaka.

Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap pertikaian atau konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa Trisno sudah membuat karikatur yang mengejek. Kejadian itu berbahaya seperti terlihat pada perkataan Rini pada dialog di atas, yaitu "Bahaya?".
d.      Puncak,
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga  menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran  ingin mengetahui  penyelesaiannya.
Perhatikan  petikan drama berikut ini!
Trisno
:
Aku bilang, ide itu ide ...
Anton
:
Ide Anton?
Trisno 
:
Ide Albertus Sutrisno sang pelukis! Dengar?
Rini 
:
Tapi kaubilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi?
Trisno
:
Aku bilang bahwa  tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar?
Kardi 
:
Edaaaaan. Pahlawan tenan iki.
Anton
:
Kenapa kaubilang begitu. Menghina aku, Tris? Aku yang suruh kau
melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti  digantung ... bukan kau!


Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu  adalah Anton tidak menyetujui tindakan Trisno yang mencoba membelanya. Anton menganggap Trisno telah menghinanya, seperti terlihat pada kutipan dialog yang dicetak tebal di atas.
e.       Penyelesaian
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan.  Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong  penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.

Perhatikan penggalan teks  drama berikut ini!
Anton
:
Kalau ketemu dia, pagi ini?
Wilar
:
Dia mau!
Anton
:
Mau.
Rini 
:
Mau?
Wilar

Jelas. Malah dia bilang begini. Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas perbuatan kalian terhadap  Pak Kusno. Tapi  kalian tidak boleh bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke  Bapak Kepala sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak Kusno  memang  kurang beres.  Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri- sendiri, main corat-coret, atau membikin onar, kalian akan aku laporkan polisi.

Pada tahap penyelesaian drama ini dapat dilihat bahwa drama ini berakhir dengan bahagia karena permasalahan karikatur Trisno yang mengejek Pak Kusno akan diselesaikan oleh salah satu guru, seperti kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas.[3]
4.        Perwatakan atau karakter tokoh
Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon untuk diwujudkan oleh para pemain drama. Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .
Lurah
:
Saya mesti tetap  memikirkannya, Pak Jagabaya. Sebagai seorang  lurah, saya tidak akan berdiam diri  menghadapi persoalan ini.
Jagabaya
:
Tapi, maaf, Pak Lurah, saya rasa tindakan Pak Lurah dalam  menghadapi persoalan ini kurang tegas. Maaf, Pak Lurah  kurang cak-cek, kurang cepat.
Lurah
:
Memang, saya sadari saya kurang tegas dalam  hal ini. Ini saya  sadari betul, Pak Jagabaya. Tapi tindakan saya yang  kurang cepat ini sebetulnya bukan berarti apa-apa. Terus terang dalam  menghadapi  persoalan ini saya tidak mau grasa-grusu.
Jagabaya
:
Memang tidak perlu grusa-grusu, Pak Lurah. Tapi, tidak grusa- grusu bukan pula berarti diam saja dan hanya plompang-plompong menunggu berita. Pak Lurah kan tinggal memberikan perintah atau izin kepada saya untuk mengadakan ronda kampung tiap malam.
Dari dialog antara Pak Lurah dengan Pak Jagabaya di atas dapat dilihat bahwa perwatakan atau karakter kedua tokoh tersebut langsung diceritakan oleh pengarang, seperti gabungan kata yang tercetak tebal pada teks drama di atas. 
Menurut Akhmad Saliman (1996:25: 27) berdasarkan peranannya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yakni:
1.    Antagonis, tokoh utama berprilaku jahat
2.    Protagonis, tokoh utama berprilaku baik
3.    Tritagonis, tokoh yang berperanan sebagai tokoh pembantu
Selain itu, masih menurut Akhmad Saliman (1996 : 27) berdasarkan fungsinya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasi menjadi 3 macam juga, yaitu:
1.    Sentral, tokoh yang berfungsi sebagai penentu gerakan alur cerita
2.    Utama, tokoh yang berfungsi sebagai pendukung tokoh antagonis atau protagonis
3.    Tokoh pembantu, tokoh yang berfungsi sebagai pelengkap penderita dalam alur cerita.
Tokoh-tokoh drama biasanya disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.[4]


5.         Dialog
Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.
Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
Ada beberapa macam tenik dialog diantaranya adalah :
a.       Monolog  : Percakapan yang dilakukan  seorang diri.
b.       Konversi : Percakapan
c.         Prolog     : pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan
d.     Epilog      : bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!  
Yanti
:
Lebih dari itu, aku lebih ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti  itu tidak  menyelesaikan persoalan. Itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.
Asdiarti
:
Lalu, mesti gimana?
Yanti
:
Aku tak mengerti.
Asdiarti
:
Tidak mengerti?
Disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua orang. Nah, kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang bernama Yanti dan Asdiarti.
6.      Petunjuk laku
Petunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama. Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang menjadi petunjuk laku.[5]
Perhatikan petikan drama berikut!
Panggung menggambarkan suatu kelas. Ada tiga atau empat meja, kursi murid, sebuah meja dan kursi untuk guru, dan sebuah papan tulis. Letak  perlengkapan itu diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kesan sebuah kelas. Yanti, seorang pelajar, tampak tengah duduk di salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran.
Asdiarti
:
(Masuk dan terkejut melihat Yanti masih di kelas) Kau masih disini, Yanti?  Belum pulang?
Yanti 
:
(Tidak menjawab. Ia hanya menggeleng-geleng, dan terus  melanjutkan membaca)
Asdiarti
:
(Mendekati) Ada sesuatu?
Yanti 
:
(Menggeleng)

7.      Latar
Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar yang tepat demi keberhasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
·      Fungsi latar yaitu:
1.    menggambarkan situasi
2.    proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3.    menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4.    menciptakan suasana
·      Unsur-unsur latar yaitu:
1.    letak geografis
2.    kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
3.    waktu terjadinya peristiwa
4.    lingkungan tokoh cerita
·      Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
1.    tempat terjadinya peristiwa
2.    lingkungan kehidupan
3.    sistem kehidupan
4.    alat-alat atau benda-benda
5.    waktu terjadinya peristiwa[6]
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Asdiarti
:
Maka kita gelisah. Karena sebenarnya kita tak pernah mengerti nasib   kita yang akan datang.
Yanti
:
Dan persoalannya yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan  ilmu pengetahuan yang akan kita terima di sekolah sekarang ini.
Asdiarti
:
Kau mau? (Mengeluarkan sebatang rokok)
Yanti
:
(Menerima lalu diletakkan di atas meja)
Asdiarti
:
Ambillah. Simpanlah di  tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.

Dari penggalan teks  drama di atas  dapat diketahui bahwa latar cerita tersebut adalah di salah satu ruang yang ada di sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan  kata-kata   tercetak tebal yang  menunjukkan bahwa dialog tersebut dilakukan di sebuah kelas.
8.      Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti Kridalaksana berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan.[7]
Perhatikan penggalan  teks drama berikut ini.
Kakek
:
Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati  itu ...  doktrin-doktrin itu harus ... harus ...
Nenek
:
Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi kalau kau terlalu bersemangat begitu ...
Kakek
:
Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep  tetapi  dengan merangsangnya...dengan menggoncangkan  jiwanya ... agar tumbuh keberaniannya menjadi dirinya sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang  cuma meniru-meniru ...(Kakek rebah, Nenek menjerit)
Nenek
:
(Tersedu)
Pada kutipan di atas, amanat petikan drama tersebut diungkapkan secara tersurat  oleh pengarang, yaitu  ”Kreativitas harus dibangkitkan.

9.      Bahasa
Unsur drama yang lain yang sangat penting adalah bahasa. Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan.
Dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki beberapa peran. Bahasa menggerakkan plot atau alur cerita. Bahasa juga menjelaskan bagian – bagian plot yang tidak dipertunjukkan dalam pentas.
Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahsa yang diucapkan oleh para tokoh cerita atau petunjuk pengarang. Kita mengetahui tentang tempat, waktu, atau zaman dan keadaan di mana cerita terjadi. Bahasa juga menciptakan suasana terpenting dalam cerita. . suasana cerita dapat bersuasana murung, riang, bersemangat dll. Suasana ini terjadi berkat kemampuan pengrangdi dalam memilih kata-kata dan bentuk-bentuk kalimat.
Bahasa pun sangat penting hubungannya dengan tokoh cerita. Disamping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita dilukiskan melalui apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang dia. Akhirnya bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang. Kalau tokoh-tokoh cerita tidak mengungkapkan buah pikiran pengarang secara langsung,pembaca atau penonton akan menyimpulkan buah pikiran itu terutama melalui bahasadisamping perbuatan tokoh-tokoh cerita.[8]


10.  Interpretasi 
Penulis naskah drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara nalar. Artinya ketika naskah drama tersebut dipentaskan akan terasa wajar, logis, tidak janggal dan tidak aneh. Bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat.[9]

B.     Unsur – Unsur Ektrinsik Drama
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.      Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.       Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.       Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. 
Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.[10]



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·      Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud.
·      Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama.
·      Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik.
·      Alur disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian).
·      Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon untuk diwujudkan oleh para pemain drama.
·      Dialog adalah Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.
·      Petunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya.
·      Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
·      Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
·      Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian.
·      Interpretasi adalah Penulis naskah drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara nalar.
·      Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita.
Unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.      Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.       Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.       Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra.











DAFTAR PUSTAKA
Sumardjo,Jacob.1987.Apresiasi Kesusastraani.Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama
http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama
http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html
 http://edukasi.blogspot.com/p/menulis-kraetif-naska-drama.html
                                                                                                                    


[1] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html (29 Mei 2013)
[2] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html (29 Mei 2013)
[3] Lihat : http://edukasi.blogspot.com/p/menulis-kraetif-naska-drama.html (15 maret 2013)
[4] Lihat : http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama(15 Maret 2013)
[5] Lihat : http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama (15Maret 2013)
[6] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29 Mei 2013)
[7] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29 Mei 2013)
[8] Jakob Sumardjo.Apresiasi Kesusastraan.(Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,1987),145-146
[9] Lihat :http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama(15 Maret 2013)
[10] http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29 Mei 2013)

3 komentar:

Unknown mengatakan...

ada gk drama karya Trisno Sumardjo yang berjudul Manasuka

Unknown mengatakan...

Terimakasih atas tulisannya/ makalah. sangat membantu sekali dalam pembuatan makalah saya. salam blogger...

nia mengatakan...

trmksh infonya

Posting Komentar