BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Drama merupakan
salah satu jenis karya sastra selain puisi dan prosa. Karya drama diciptakan
pengarang berdasarkan pikiran atau imajinasi, perasaan dan pengalaman hidupnya.
Pementasan drama memang lebih kepada dialog dan gerak-gerik para pemainnya di
panggung. Penonton dapat menyaksikan secara langsung peristiwa-peristiwa yang
terjadi melalui gerak-gerik tokoh dan percakapannya
.....
Bagian dari
seni drama yang termasuk ke dalam karya sastra adalah naskah ceritanya. Sebagai
karya sastra, drama memiliki keunikan tersendiri. Dia diciptakan tidak untuk
dibaca saja, namun juga harus memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Karya
drama sebagai karya sastra dapat berupa rekaman dari perjalanan hidup pengarang
yang menciptakannya. Pengarang dapat diilhami pengarang lain, disamping
masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.
Saat
menyaksikan sebuah drama yang dilakonkan, emosi penonton pun terlibat dalam
cerita yang diperankan tersebut. Itu artinya, penulis naskah drama tersebut
mampu membangun sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing tokoh sehingga
cerita mengalir sebagaimana kejadian sesungguhnya. Hal itu tidak terlepas dari
kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut. Untuk dapat menulis
naskah drama yang baik dan menarik, diperlukan latihan dan pemahaman tentang
unsur-unsur yang dapat membangun sebuah naskah drama. Untuk itu, disini kami paparkan
beberapa unsur – unsur instrinsik dan
ekstrinsik sebuah drama.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
saja yang termasuk unsur instrinsik sebuah drama ?
2. Apa
saja yang termasuk unsur ekstrinsik sebuah drama ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui macam-macam unsur instrinsik sebuah drama
2. Untuk
mengetahui macam-macam unsur ekstrinsik sebuah drama
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Unsur
Instrinsik Drama
Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro,
2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya
sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung)
turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah
yang membuat sebuah drama berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut
kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca
sebuah naskah drama.
Unsur – unsur
tersebut adalah sabagai berikut :
1.
Judul
Judul
adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku
yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga
merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan
selalu berkaitan erat. Drama juga tergolong sebagai karya sastra fiksi. Sugiarta
dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka,
dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan
syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul
karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya
sastra, misalnya :
1.
Dapat menunjukan tokoh utama
2.
Dapat menunjukan alur atau waktu
3.
Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam
suatu cerita
4.
Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana
cerita
5.
Dapat mengandung beberapa pengertian[1]
2. Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok
ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik.
Tema dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya.
Tema
adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau
pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra,
gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber
konflik-konflik.
Jika
dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia
pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema.
Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan
inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita.[2]
3.
Alur/Plot
Alur
disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan
hubungan waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus
menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir
(penyelesaian). Sebuah alur dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, sebagai
berikut.
a. Pengenalan
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh (terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh (terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .
Pentas menggambarkan sebuah
ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi,
kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di
dinding dan di meja.
|
>
|
Pengenalan latar pentas
|
|
|
|
Seorang pemuda pelajar sedang
duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia adalah
Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Rini, Sekretaris Redaksi,
duduk di kursi.
|
>
|
Pengenalan para tokoh
|
|
|
|
Waktu itu hari Minggu., Anton
tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan
gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar berita dari
Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh
Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek Pak Kusno, guru karate.
|
>
|
Pengungkapan masalah
|
b. Pertikaian
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang mulai terlibat ke dalam masalah pokok.
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang mulai terlibat ke dalam masalah pokok.
c. Perhatikan penggalan teks drama
berikut ini!
Anton
|
:
|
Tapi masih ada satu bahaya.
|
Rini
|
:
|
Bahaya ?
|
Kardi
|
:
|
Nasib Trisno, karikaturis kita
itu?
|
Anton
|
:
|
Bisa jadi dia akan celaka.
|
Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap pertikaian atau konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa Trisno sudah membuat karikatur yang mengejek. Kejadian itu berbahaya seperti terlihat pada perkataan Rini pada dialog di atas, yaitu "Bahaya?".
d.
Puncak,
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui penyelesaiannya.
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui penyelesaiannya.
Perhatikan petikan drama
berikut ini!
Trisno
|
:
|
Aku bilang, ide itu ide ...
|
Anton
|
:
|
Ide Anton?
|
Trisno
|
:
|
Ide Albertus Sutrisno sang
pelukis! Dengar?
|
Rini
|
:
|
Tapi kaubilang sudah ada
persetujuan dari Pimpinan Redaksi?
|
Trisno
|
:
|
Aku bilang bahwa tanpa
sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab
saya. Dengar?
|
Kardi
|
:
|
Edaaaaan. Pahlawan tenan iki.
|
Anton
|
:
|
Kenapa kaubilang begitu. Menghina
aku, Tris? Aku yang suruh kau
melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti digantung ... bukan kau! |
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu adalah Anton tidak menyetujui tindakan Trisno yang mencoba membelanya. Anton menganggap Trisno telah menghinanya, seperti terlihat pada kutipan dialog yang dicetak tebal di atas.
e.
Penyelesaian
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Anton
|
:
|
Kalau ketemu dia, pagi ini?
|
Wilar
|
:
|
Dia mau!
|
Anton
|
:
|
Mau.
|
Rini
|
:
|
Mau?
|
Wilar
|
|
Jelas. Malah dia bilang begini. Aku
wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas perbuatan kalian
terhadap Pak Kusno. Tapi kalian tidak boleh bertindak
sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala sekolah. Aku
akan menjelaskan bahwa Pak Kusno memang kurang beres.
Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri- sendiri, main corat-coret,
atau membikin onar, kalian akan aku laporkan polisi.
|
Pada tahap penyelesaian drama ini dapat dilihat bahwa drama ini berakhir dengan bahagia karena permasalahan karikatur Trisno yang mengejek Pak Kusno akan diselesaikan oleh salah satu guru, seperti kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas.[3]
4.
Perwatakan
atau karakter tokoh
Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri
jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis
lakon untuk diwujudkan oleh para pemain drama. Tokoh-tokoh drama disertai
penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan
keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan
samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat,
dan ungkapan yang digunakan.
Perhatikan
penggalan teks drama berikut ini! .
Lurah
|
:
|
Saya mesti tetap
memikirkannya, Pak Jagabaya. Sebagai seorang lurah, saya tidak akan
berdiam diri menghadapi persoalan ini.
|
Jagabaya
|
:
|
Tapi, maaf, Pak Lurah, saya rasa
tindakan Pak Lurah dalam menghadapi persoalan ini kurang tegas.
Maaf, Pak Lurah kurang cak-cek, kurang cepat.
|
Lurah
|
:
|
Memang, saya sadari saya kurang
tegas dalam hal ini. Ini saya sadari betul, Pak Jagabaya. Tapi
tindakan saya yang kurang cepat ini sebetulnya bukan berarti apa-apa.
Terus terang dalam menghadapi persoalan ini saya tidak mau
grasa-grusu.
|
Jagabaya
|
:
|
Memang tidak perlu grusa-grusu,
Pak Lurah. Tapi, tidak grusa- grusu bukan pula berarti diam saja dan hanya
plompang-plompong menunggu berita. Pak Lurah kan tinggal memberikan perintah
atau izin kepada saya untuk mengadakan ronda kampung tiap malam.
|
Dari dialog antara Pak Lurah dengan
Pak Jagabaya di atas dapat dilihat bahwa perwatakan atau karakter kedua tokoh
tersebut langsung diceritakan oleh pengarang, seperti gabungan kata yang
tercetak tebal pada teks drama di atas.
Menurut
Akhmad Saliman (1996:25: 27) berdasarkan peranannya di dalam alur cerita tokoh
dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yakni:
1. Antagonis, tokoh utama berprilaku
jahat
2. Protagonis, tokoh utama berprilaku
baik
3. Tritagonis, tokoh yang berperanan
sebagai tokoh pembantu
Selain
itu, masih menurut Akhmad Saliman (1996 : 27) berdasarkan fungsinya di dalam
alur cerita tokoh dapat diklasifikasi menjadi 3 macam juga, yaitu:
1. Sentral, tokoh yang berfungsi
sebagai penentu gerakan alur cerita
2. Utama, tokoh yang berfungsi sebagai
pendukung tokoh antagonis atau protagonis
3. Tokoh pembantu, tokoh yang berfungsi
sebagai pelengkap penderita dalam alur cerita.
Tokoh-tokoh
drama biasanya disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin,
ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas
terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui
gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.[4]
5.
Dialog
Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk
percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan
yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam
lisan yang komunikatif.
Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan
pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog
merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi
menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi
menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
Ada beberapa macam tenik dialog diantaranya adalah :
a.
Monolog : Percakapan
yang dilakukan seorang diri.
b.
Konversi :
Percakapan
c.
Prolog : pembukaan atau pengantar naskah yang
berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan
d. Epilog : bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari
atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan
Perhatikan penggalan teks drama
berikut ini!
Yanti
|
:
|
Lebih dari itu, aku lebih ingin
menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu
tidak menyelesaikan persoalan. Itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.
|
Asdiarti
|
:
|
Lalu, mesti gimana?
|
Yanti
|
:
|
Aku tak mengerti.
|
Asdiarti
|
:
|
Tidak mengerti?
|
Disebut dialog karena percakapan itu
minimal dilakukan oleh dua orang. Nah, kutipan teks drama di atas dapat disebut
sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang bernama Yanti
dan Asdiarti.
6. Petunjuk laku
Petunjuk laku
atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung
pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan
unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama.
Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas,
suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan
sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang
dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis
dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang
menjadi petunjuk laku.[5]
Perhatikan petikan drama berikut!
Panggung menggambarkan suatu kelas.
Ada tiga atau empat meja, kursi murid, sebuah meja dan kursi untuk guru, dan
sebuah papan tulis. Letak perlengkapan itu diatur sedemikian rupa
sehingga memberikan kesan sebuah kelas. Yanti, seorang pelajar, tampak tengah
duduk di salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran.
Asdiarti
|
:
|
(Masuk dan terkejut melihat Yanti
masih di kelas) Kau masih disini, Yanti? Belum pulang?
|
Yanti
|
:
|
(Tidak menjawab. Ia hanya
menggeleng-geleng, dan terus melanjutkan membaca)
|
Asdiarti
|
:
|
(Mendekati) Ada sesuatu?
|
Yanti
|
:
|
(Menggeleng)
|
7.
Latar
Latar merupakan unsur struktural
yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung
para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar yang tepat
demi keberhasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil
juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat
menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita.
Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat,
termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung
dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan
kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
· Fungsi latar yaitu:
1. menggambarkan situasi
2. proyeksi keadaan batin para tokoh
cerita
3. menjadi metafor keadaan emosional
dan spiritual tokoh cerita
4. menciptakan suasana
· Unsur-unsur latar yaitu:
1.
letak
geografis
2.
kedudukan
/ pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
3.
waktu
terjadinya peristiwa
4.
lingkungan
tokoh cerita
· Aspek latar berdasarkan fungsinya
mencakup:
1.
tempat
terjadinya peristiwa
2.
lingkungan
kehidupan
3.
sistem
kehidupan
4.
alat-alat
atau benda-benda
5.
waktu
terjadinya peristiwa[6]
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Asdiarti
|
:
|
Maka kita gelisah. Karena
sebenarnya kita tak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.
|
Yanti
|
:
|
Dan persoalannya yang kita hadapi
itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang akan kita
terima di sekolah sekarang ini.
|
Asdiarti
|
:
|
Kau mau? (Mengeluarkan sebatang
rokok)
|
Yanti
|
:
|
(Menerima lalu diletakkan di atas
meja)
|
Asdiarti
|
:
|
Ambillah. Simpanlah di
tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.
|
Dari penggalan teks drama di atas dapat diketahui bahwa latar cerita tersebut adalah di salah satu ruang yang ada di sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan kata-kata tercetak tebal yang menunjukkan bahwa dialog tersebut dilakukan di sebuah kelas.
8.
Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala
sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak
langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti
Kridalaksana berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna
wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk
dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Amanat
di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja
disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan.[7]
Perhatikan
penggalan teks drama berikut ini.
Kakek
|
:
|
Manusia harus menghayati hidupnya,
bukan menghayati disiplin mati itu ... doktrin-doktrin itu harus
... harus ...
|
Nenek
|
:
|
Suamiku, sudahlah nanti penyakit
napasmu kumat lagi kalau kau terlalu bersemangat begitu ...
|
Kakek
|
:
|
Kreativitas harus dibangkitkan.
Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya...dengan
menggoncangkan jiwanya ... agar tumbuh keberaniannya menjadi dirinya
sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang cuma meniru-meniru ...(Kakek rebah, Nenek menjerit)
|
Nenek
|
:
|
(Tersedu)
|
Pada
kutipan di atas, amanat petikan drama tersebut diungkapkan secara
tersurat oleh pengarang, yaitu ”Kreativitas harus dibangkitkan.”
9.
Bahasa
Unsur drama yang lain yang sangat penting
adalah bahasa. Bahasa yang
dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada
umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam
bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian. Bahasa yang berkaitan dengan
situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan.
Dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki
beberapa peran. Bahasa menggerakkan plot atau alur cerita. Bahasa juga
menjelaskan bagian – bagian plot yang tidak dipertunjukkan dalam pentas.
Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan
suasana cerita. Melalui bahsa yang diucapkan oleh para tokoh cerita atau
petunjuk pengarang. Kita mengetahui tentang tempat, waktu, atau zaman dan
keadaan di mana cerita terjadi. Bahasa juga menciptakan suasana terpenting
dalam cerita. . suasana cerita dapat bersuasana murung, riang, bersemangat dll.
Suasana ini terjadi berkat kemampuan pengrangdi dalam memilih kata-kata dan
bentuk-bentuk kalimat.
Bahasa pun sangat penting hubungannya dengan
tokoh cerita. Disamping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita dilukiskan
melalui apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang
dia. Akhirnya bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang.
Kalau tokoh-tokoh cerita tidak mengungkapkan buah pikiran pengarang secara
langsung,pembaca atau penonton akan menyimpulkan buah pikiran itu terutama
melalui bahasadisamping perbuatan tokoh-tokoh cerita.[8]
10.
Interpretasi
Penulis naskah
drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam
menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan,
terutama secara nalar. Artinya ketika naskah drama tersebut dipentaskan akan
terasa wajar, logis, tidak janggal dan tidak aneh. Bahkan harus diupayakan
menyerupai kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat.[9]
B.
Unsur – Unsur
Ektrinsik Drama
Unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara
lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur
yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Misalnya faktor-faktor sosial politik
saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan
pengarang, dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik karya sastra harus
tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Unsur
ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956),
bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu
mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.
Keadaan psikologis, baik psikologis
pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.
Keadaan lingkungan pengarang,
seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d. Pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.
Latar belakang kehidupan pengarang
sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra.
Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari
atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk
unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru
tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya
sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang
pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau.
Selain budaya, latar belakang keagamaan
atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya,
Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto
dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan
Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang
juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di
perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala
permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik
tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra.
Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada
akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang
mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat
karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan
masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
· Unsur intrinsik sebuah drama
adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita.
Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama
berwujud.
· Judul adalah kepala karangan atau nama
yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku
tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat
keseluruhan makna drama.
· Tema adalah pikiran
pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian
rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik.
· Alur disebut juga plot. Alur adalah
jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan waktu dan hubungan sebab-
akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal
(pengenalan) sampai akhir (penyelesaian).
· Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa
seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon
untuk diwujudkan oleh para pemain drama.
· Dialog adalah Ciri khas suatu drama adalah
naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus
memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar
tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.
· Petunjuk laku atau catatan
pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan
mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur
cerita lainnya.
· Latar merupakan unsur struktural yang
sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung para
tokoh cerita dan tindakannya. Latar mendukung dan menguatkan tindakan
tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada
pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada
dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
· Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat
adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya
secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
· Bahasa yang dipilih
pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya
adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa
yang dipakai dalam kehidupan keseharian.
· Interpretasi adalah Penulis
naskah drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan
dalam menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan,
terutama secara nalar.
· Unsur ekstrinsik adalah
unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik
dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi
bagun sebuah cerita.
Unsur
ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956),
bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu
mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.
Keadaan psikologis, baik psikologis
pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.
Keadaan lingkungan pengarang,
seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d. Pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.
Latar belakang kehidupan pengarang
sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumardjo,Jacob.1987.Apresiasi
Kesusastraani.Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama
http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama
http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html
http://edukasi.blogspot.com/p/menulis-kraetif-naska-drama.html
[1] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html
(29 Mei 2013)
[2] Lihat : http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html
(29 Mei 2013)
[3] Lihat : http://edukasi.blogspot.com/p/menulis-kraetif-naska-drama.html
(15 maret 2013)
[4] Lihat :
http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama(15 Maret
2013)
[5] Lihat : http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama
(15Maret 2013)
[6] Lihat :
http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29
Mei 2013)
[7] Lihat :
http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29
Mei 2013)
[8] Jakob Sumardjo.Apresiasi
Kesusastraan.(Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,1987),145-146
[9] Lihat
:http://othersidemiku.wordpress.com/2012/09/06/unsur-intrinsik-drama(15 Maret
2013)
[10]
http://al-jadiyd.blogspot.com/2013/01/unsur-unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik.html(29
Mei 2013)
3 komentar:
ada gk drama karya Trisno Sumardjo yang berjudul Manasuka
Terimakasih atas tulisannya/ makalah. sangat membantu sekali dalam pembuatan makalah saya. salam blogger...
trmksh infonya
Posting Komentar