Guru
MI Profesional dan Tantangannya
Oleh :
Endri
Sustiana
Profesionalisme
Guru
A.
Profesionalisme Guru
1.
Pengertian
profesional
Ditinjau dari
segi bahasa (etimologi), istilah profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris
profession yang berarti jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai
keahlian, sebagai mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs.
Petersalim dalam kamus bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Dengan demikian
kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang
memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan
tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus.[1]
Dari penjabaran diatas dapat kita simpulkan
bahwa Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi
yang di persyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial maupun akademis. Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Menurut Surya (2005), guru yang profesional akan tercermin dalam
pelaksanaan tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian dalam materi maupun
metode. Selain itu, juga di tunjukan melalui tanggung jawabnya dalam
melaksanakan seluruh
pengabdiannya.[2]
2.
Kompetensi
guru Profesional
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga
guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial
yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru.
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi
indikator esensial sebagai berikut;
·
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.
·
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami
landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
·
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial:
menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif.
·
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki
indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
·
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik
untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci
subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
· Kepribadian yang mantap dan stabil
memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak
sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
· Kepribadian yang dewasa memiliki
indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
dan memiliki etos kerja sebagai guru.
· Kepribadian yang arif memiliki
indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan
peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam
berpikir dan bertindak.
· Kepribadian yang berwibawa memiliki
indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta
didik dan memiliki perilaku yang disegani.
· Akhlak mulia dan dapat menjadi
teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius
(iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik.
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai
berikut:
·
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik.
·
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama
pendidik dan tenaga kependidikan.
·
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap
subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
·
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang
studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi
atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
·
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator
esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan
integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi
guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan
bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar
dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang
meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil
belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d)
pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang
memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun
Naim, 2009:60).[3]
Dari empat kompetensi diatas bisa kita lihat di dalam Al
Quran surat Ar Rahman ayat 1-4 yaitu :
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ Yn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ
Artinya : 1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.
Kaitannya ayat ar-Rahman ini dengan
Subjek Pendidikan adalah sebagai berikut:
· Kata ar-Rahman menunjukkan
bahwa sifat-sifat pendidik adalah murah hati, penyayang dan lemah lembut,
santun dan berakhlak mulia kepada anak didiknya dan siapa saja yang menunjukan
profesionalisasi pada Kompetensi Personal
· Seorang guru hendaknya memiliki
kompetensi paedagogis yang baik sebagaimana Allah mengajarkan al-Quran kepada
Nabi-NYA.
· Al-Quran menunjukkan sebagai materi
yang diberikan kepada anak didik adalah kebenaran/ilmu dari Allah (Kompetensi
Profesional)
· Keberhasilan pendidik adalah ketika
anak didik mampu menerima dan mengembangkan ilmu yang diberikan, sehingga anak
didik menjadi generasi yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan
intelektual, sebagaimana penjelasan AI-Bayan.[4]
3. Prinsip – prinsip Guru Profesional
Dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa
profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip professional sebagai berikut :
·
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealism
·
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya
·
Memiliki kompetensis yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugasnya
·
Mematuhi kode etik profesi
·
Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan
tugas
·
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerjanya
·
Memiliki kesempatan untuk mengembnagkan
profesinya secara berkelanjutan
·
Memperoleh perlindungan hokum dalam
melaksanakan tugas profesionalnya
·
Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum[5]
4.
Tugas
dan Peran Guru Profesional
Ada tiga macam tugas Profesi Guru yang tidak dielakkan,
yaitu tugas profesional, tugas sosial, dan tugas personal.
a. Tugas profesional
Tugas profesional guru meliputi mendidik, mengajar dan
melatih/membimbing, serta meneliti (riset). Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih/Membimbing berarti mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan peserta didik. Dan meneliti untuk pengembangan
kependidikan. Berdasarkan ayat Al Quran surat An-Nahl
ayat 43.
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% wÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqR öNÍkös9Î) 4
(#þqè=t«ó¡sù @÷dr& Ìø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. w tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ ,
Artinya : dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan[828] jika kamu tidak mengetahui.
Dari ayat diatas dijelaskan yaitu
orang yang memiliki pengetahuan, menguasai masalah atau ahli di bidangnya.
Sebagai ahl dzikr, karakter guru hendaklah sebagai orang yang mengingatkan pada
siswa dari perbuatan yang melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya.[6]
b. Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan, yaitu
“pemanusiaan manusia”- dalam artian transformasi diri dan auto-identifikasi
peserta didik sebagai manusia dewasa yang utuh. Karenanya di sekolah,
guru harus dapat menjadikan dirinya sebagai “orang tua kedua” bagi
peserta didik, dan di masyarakat sebagai figur panutan “digugu dan ditiru”.
Sebagamana ayat Al Quran surat Al-An’am ayat 105 sebagai
berikut:
Ï9ºxx.ur ß$Îh|ÇçR ÏM»tFy$# (#qä9qà)uÏ9ur |Móuy ¼çmuZÍhu;ãYÏ9ur 5Qöqs)Ï9 cqßJn=ôèt ÇÊÉÎÈ
Artinya : Demikianlah Kami
mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat
petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah
mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli Kitab)", dan supaya Kami menjelaskan
Al Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.
Dalam surah al-An’am ayat 105. Guru
sebagai mudarris adalah orang yang senantiasa melakukan kegiatan ilmiah
seperti membaca, memahami, mempelajari dan mendalami berbagai ajaran yang
terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia juga berupaya mengajarkan dan
membimbing para siswanya agar memiliki tradisi ilmiah yang kuat.
Realitanya, menurut Uzer Usman (1997) masyarakat menempatkan
guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru
diharapkan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa guru
memiliki kewajiban untuk mencerdaskan masyarakat dan bangsa menuju pembentukan
manusia seutuhnya. Karenanya pantaslah Bung Karno (dalam Sahertian, 1994)
menyebut pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah sebagai “pengabdi
masyarakat”.
c. Tugas Personal
Tugas personal menyangkut pribadi dan kepribadian guru.
Itulah sebabnya setiap guru perlu manatap dirinya dan memahami konsep dirinya.
Wiggens dalam Sahertian (1994) mengemukakan tentang potret diri guru sebagai
pendidik. Menurutnya, seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri.
Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi ada
tiga pribadi, yaitu: (1) Saya dengan konsep diri saya (self concept);
(2) Saya dengan ide diri saya (self idea); dan (3) Saya dengan realita
diri saya (self reality).
Dengan refleksi diri, maka guru mengenal dirinya dan
selanjutnya haruslah mengubah dirinya, karena guru itu adalah “digugu dan
ditiru” dan haruslah “ing ngarso asung tuladha”. Karena itu sebelum ia
mengemban misinya haruslah “membangun jati dirinya”. Misalnya dalam penampilan,
guru harus mampu menarik simpati para siswanya, karena bila seorang guru dalam
penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan
dapat menanamkan benih pengajarannya kepada para siswanya. Maka guru harus
memahami hal ini dan berusaha mengubah dirinya menjadi simpatik. Demikian juga
dalam hal kepribadian lainya.
Berikut adalah peran seorang guru diantaranya :
a. Peran Guru sebagai Pendidik
Peran guru sebagai pendidik kian lama kian pudar, bahkan
tinggal sebutan saja. Pada zaman kuno, predikat guru sebagai pendidik lebih
kental dibanding predikat sebagai pengajar ataupun pelatih. Para siswa lebih
diarahkan menjadi manusia yang taat pada Sang Maha Pencipta, sopan, tunduk pada
hukum dan adat istiadat. Meskipun hal ini nampaknya kurang rasional, namun
hasilnya lebih berkualitas dari segi pencapaian “manusia yang utuh”.
Paradigma pendidikan telah diubah sejak zaman kolonial,
yakni lebih menonjolkan fungsi guru sebagai pengajar dari pada sebagai
pendidik. Orientasi pendidikan lebih terfokus pada penciptaan tenaga kerja, dan
bukan lagi pada soal kepribadian, etika ataupun sikap mental. Paradigma
pendidikan “kolonial” tersebut secara tidak disadari dalam praktek pendidikan
di sekolah sampai kini masih berlangsung, bahkan semakin dipupuk oleh adanya
kebijakan pasar atau bursa tenaga kerja yang lebih mengutamakan formalitas
nilai NEM atau IPK yang tertuang dalam ijazah. Akibatnya persepsi guru maupun
masyarakat terhadap kadar profesionalisme guru terletak pada keberhasilan siswa
meraih nilai/IPK tersebut dengan mengesampingkan aspek kepribadian dan sikap
mentalnya. Hal ini bukanlah semata-mata “kesalahan” guru, namun lebih cenderung
“terpaksa atau dipaksa” oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagai pendidik, seharusnya guru tidak mengabaikan begitu
saja aspek kepribadian dan sikap mental peserta didik, tetapi membina dan
mengembangkannya melalui pesan-pesan didik, keteladanan, pembiasaan tingkahlaku
yang terpuji, dan sebagainya.
b. Peran Guru sebagai Pengajar dan
Pelatih
Perubahan paradigma kependidikan, yakni dari konsep “guru
mengajar dan murid belajar” menjadi “guru membelajarkan peserta didik” serta
penganggapan siswa sebagai “obyek didik” menjadi “subyek didik”, menuntut peran
guru sebagai pengajar/pelatih untuk mengurangi dominasi peran di dalam kelas
dan lebih “menonjolkan” peran-perannya sebagai:
- Fasilitator, yaitu mengusahakan berbagai sumber belajar yang menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
- Pembimbing, dalam artian mengusahakan kemudahan anak untuk belajar. Peran guru seperti inilah yang disebut membelajarkan peserta didik.
- Mediator, yaitu kreatif memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
- Learning manager (pengelola kelas), yaitu mengusahakan terciptanya kondisi belajar di kelas yang optimal.
- Motivator, yaitu lebih banyak memberikan dorongan semangat terhadap belajar siswa, sehingga siswa bergairah untuk belajar atas dorongan diri sendiri, dan mereka menjadi sadar bahwa belajar adalah demi kepentingan masa depan dirinya.
- Evaluator, yaitu mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa serta proses pembelajaran oleh guru sendiri dalam rangka memperoleh balikan yang dapat digunakan untuk merevisi strategi pembelajaran yang lebih tepat, dari pada perannya sebagai:
- Transmitter, yaitu memindahkan nilai-nilai ataupun ilmu pengetahuan kepada siswa,
- Demonstrator, yaitu penampilan sebagai pengajar atau penceramah di depan kelas,
- Informator, yaitu sebagai juru penerang yang memberikan pesan-pesan kepada siswa,
- Organisator, yaitu pengatur “lalu lintas” belajar siswa
- Direktor (pengarah), yaitu memberi petunjuk yang wajib dipatuhi siswa, dan
- Inisiator yaitu pemrakarsa tunggal tentang kegiatan-kegiatan siswa.[7]
B. Tantangan Guru dalam
Pembelajaran
1. Tantangan
Pendidikan di Era Perubahan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat cepat selama ini membawa dampak terhadap jarak
antarbangsa di dunia sehingga fenomena ini bersifat global.
Akibat pengaruh globalisasi menghadirkan
problem baru berupa kesenjangan antara kemajuan IPTEk sekarang dengan kurikulum
sekolah. Di lain pihak, motivasi belajar dan minat belajar siswa masih
rendahyang mengakibatkan kualitas lulusan sebagai hasil pendidikan cenderung
merendah pula.
Persoalan yang dihadapi sekarang yaitu
bagaiman menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep
yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu sehingga semua siswa dapat
menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap
individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan
membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi
secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari
sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang mereka pelajari.
Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa
sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan
kehidupan nyata sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama
hidupnya. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi guru setiap hari dan
tantangan bagi pengembangan kurikulum.[8]
Kedua, murid harus berhadapan dengan
orang-orang disekitarnya yang heterogen. Ada anak laki-laki dan anak perempuan,
ada anak berkebutuhan khusus dan tidak. Untuk menangani anak berkebutuhan
khusus tentu guru juga harus punya kemampuan khusus, tidak bisa disamakan
dengan anak-anak pada umumnya.[9]
Tantangan pendidikan sudah makin
tinggi, standar pendidikan juga lebih tinggi dan tuntutan harus lulus dan lolos
dari unas juga membebani guru jaman sekarang, apalagi para guru harus mengejar
sertifikasi agar memperoleh gaji yang cukup. Tentu ini makin membebani pikiran
para guru jaman sekarang. Apalagi ditambah tingkah laku murid jaman sekarang
yang mungkin beda dengan tingkah laku murid 20 tahun yang lalu. Bisa dibilang
murid jaman sekarang lebih kritis , lebih kreatif dan lebih berani. Tetapi ada
juga murid yang lebih nakal dibanding murid jaman dulu.[10]
Download Powerpointnya disini Guru MI Profesional dan Tantangannya
[1] Lihat : http://pustakaaslikan.blogspot.com/2012/06/pengertian-profesionalisme-guru.html#.Ucg41lnjSt8
[2] Lihat : http://veni-fitriani.blogspot.com/2012/04/pengertian-profesional-guru-dan-guru.html
[3] Lihat : http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru-profesional/
[4] Lihat : http://syamsul14.wordpress.com/2012/11/29/dalil-al-quan-tentang-pendidikan/
[5] Lihat : http://yudisupriadisangpengabdi.blogspot.com/2013/05/ciri-guru-profesional-menurut-undang.html
[6] Lihat : http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/01/guru-itu-mulia-review-makna-guru-dalam-al-quran-482550.html
[7] Lihat : http://astikip.wordpress.com/artikel/tugas-dan-peran-guru-profesional/
[8] Lihat : http://dzestrindi.wordpress.com/2013/04/10/jabatan-profesional-dan-tantangan-guru-dalam-pembelajaran/
[9] Lihat : http://sekolahindonesia.org.sg/artikeltop/item/guru-di-masa-kini
[10] Lihat : http://ngikutbelajar.blogspot.com/2012/11/tantangan-guru-masa-kini.html
1 komentar:
peri gudd....
Posting Komentar